Gizi Buruk di Morowali

GIZI BURUK DI MOROWALI
(Upaya Strategis DMC Kesehatan)

i am still lifeMasalah Kesehatan yang terjadi Di Kabupaten Morowali adalah gambaran kondisi Status Kesehatan Masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Gizi Buruk yang terjadi di Kabupaten Morowali telah mendapat perhatian khusus dari Pemda Setempat dengan mengalokasikan Anggaran Daerah yang terfokus pada upaya penanggulangan bahaya gizi buruk yang terjadi. Bupati Morowali sangat serius dalam memberikan penegasan penanganan gizi buruk di Morowali.

Lalu apa yang dilakukan oleh DMC Kesehatan P2DTK?
Informasi mengenai kasus gisi buruk dari pelaku-pelaku Program P2DTK Di Desa (Tenaga Penggerak Kesehatan Masyarakat/TPKM) baik kecamatan P2DTK maupun Non P2DTK, direspon langsung oleh DMC Kabupaten Morowali dalam hal ini DMC bidang Kesehatan dengan melakukan koordinasi dengan sejumlah Pejabat terkait Di Dinas Kesehatan dan Tim Kajian Teknis Kabupaten mengenai temuan kasus gizi buruk di sejumlah desa dikecamatan P2DTK maupun Non P2DTK. Yang kemudian Tim Kajian Teknis Kabupaten merekomendasikan untuk kegiatan BLM Kabupaten bidang kesehatan diantaranya :
1. Pelatihan Kader Desa Siaga
2. Pemberian MP-ASI
3. Kemitraan Bidan dan Dukun Tingkat Puskesmas
Kegiatan Memberikan Bantuan Makanan Pendamping ASI bagi bayi Gizi Kurang di 8 Kecamatan sasaran Program P2DTK dari Dana BLM Kabupaten. MP-ASI ini diprioritaskan bagi bayi gizi kurang atau Dibawah garis merah (BGM) mengingat bayi dalam kondisi kesehatan BGM sangat berpotensi terjadinya Gizi Buruk. Apabila jumlah Bayi BGM cukup tinggi dan tidak mendapat perhatian serius maka akan berdampak kepada bertambahnya kasus Gizi Buruk yang terjadi. Hal lain yang menarik adalah apa yang dilakukan oleh Program P2DTK dengan mendistribusikan MP-ASI jenis Biskuit SUN dan Bubur SUN sangat direspon oleh semua pihak, mengingat bantuan MP-ASI yang biasa diterima masyarakat kurang disukai oleh Bayi. Bahkan beberapa kali DMC Kesehatan menghimbau Dinas Kesehatan dalam hal ini Unit Pengelolah Kegiatan Dinas (UPKD-Kesehatan) secepatnya mendistribusikan MP-ASI tersebut. Selain itu Program P2DTK melakukan kegiatan Pelatihan Kader Desa Siaga, mengingat sejumlah kasus Gizi Buruk terjadi Dominan pada Desa yang belum membentuk Desa Siaga/warga Siaga. Dengan Dilatihnya kurang lebih 272 Kader Desa Siaga Di 8 Kecamatan maka diharapkan Kader Desa Siaga mampu melakukan survey mawas diri untuk menekan atau mengurangi tingkat kejadian Gizi Buruk dan Kematian Ibu dan Bayi akibat keterlambatan pertolongan persalinan. Disamping itu pada saat Pelatihan Penguatan TPKM dan Badan Penyantun Puskesmas (BPP), salah satu hal yang paling ditekankan oleh DMC Kesehatan adalah keaktifan Kader Dalam kegiatan Posyandu, bahkan DMC melakukan monitoring langsung kegiatan posyandu untuk memastikan kehadiran Kader P2DTK di setiap kegiatan Posyandu. Mengingat bahwa kegiatan Posyandu adalah meru[akan salah satu indicator untuk mengetahui perkembangan status Kesehatan Bayi dan Balita teutama yang masuk dalam kategori BGM. Adanya Kader P2DTK Dimasing-masing Desa Di 8 Kecamatan sasaran Program P2DTK memberikan hal yang positif untuk mendukung kinerja Dinas Kesehatan, hal ini ditandai dengan cepatnya informasi kesehatan dari TPKM/BPP langsung ke DMC Kesehatan. Selanjutnya ditingkat kabupaten informasi tersebut ditindaklanjuti oleh DMC dengan berkoordinasi Koordinasi dengan instansi terkait menyangkut upaya penanganan bersama .
Dana Stimulan sebesar Rp. 555.750.000 untuk tahun anggaran 2007 dan 2008 yang dikelola oleh UPKD Bidang Kesehatan tersebut sangat-sangat terbatas dengan kondisi jangkauan dan permasalahan disejumlah Kecamatan Di Kabupaten Morowali. Mengingat Kabupaten Morowali sampai saat ini telah menjadi 14 Kecamatan. Salah satu Strategi yang sampai saat ini dilakukan oleh DMC Kesehatan untuk menanggulangi masalah Gizi Buruk dan masalah lain di Kecamatan Non BLM adalah dengan membentuk dan mengaktifkan TPKM/BPP dan melakukan pelatihan. Mengingat hanya TPKM dan BPP yang menjadi pelaku Program P2DTK di Kecamatan Non BLM tersebut. Disamping itu mengingat masalah Gizi Buruk adalah masalah Lintas Sektoral, masalah Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Ketahanan Pangan. Maka DMC Kesehatan melakukan Koordinasi untuk menbentuk Tim Investigasi Gizi Buruk Di Kabupaten.dan yang lebih difokuskan adalah pembentukan Tim Investigasi Di Kecamatan yang sampai saat ini coba di koordinasikan dengan Dinas Kesehatan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DMC Kesehatan bersama Dinas Kesehatan salah satunya adalah untuk mencegah bayi BGM tidak menjadi Gizi Buruk. Mengingat jumlah Bayi BGM DiKabupaten Morowali sebanyak 336 orang Bayi dan Balita (Data per maret 2009). Itulah Hal-hal yang paling penting untuk menjadi perhatian dan merupakan langkah strategis DMC Kesehatan didalam mengupayakan pencegahan masalah Kesehatan Di Kabupaten Morowali. Hal tersebut harusnya didukung dengan Kebijakan dari Pusat sampai ke Daerah. Penambahan alokasi BLM perlu dilakukan untuk menentukan keberhasilan penanganan masalah, Daerah harus mendukung program Kesehatan yang muncul dari identifikasi Di Desa. .Penanggulangan kasus gizi buruk diharapkan tidak hanya bertumpu pada dinas kesehatan tetapi semua pihak harus ikut memikirkan kondisi kesehatan masyarakat.Sebab masalah Kesehatan adalah dampak terakhir yang timbul dari keterbatasan pengetahuan masyarakat. (Heandly. DMC Kesehatan Morowali)

Data selengkapnya klik sini

2 Comments

  1. piu_p2dtk, jakarta said,

    June 17, 2009 at 9:53 am

    Yth. Bp anas,

    terimakasih atas informasinya ttg kasus gizi buruk di morowali
    dan terimaksih juga kpd tim p2dtk terutama di bidang kesehatan yang telak reaktif utk melakukan antisipasinya
    kedepan kalau bisa kita dari p2dtk tidak hanya sekedar reaktif tetapi lbh proaktif sdh tentu proaktif yg kita lakukan belajar dr kejadian morowali ini, selamat bekerja, sekali lagi terimakasih

    putu/piu jkt

  2. HGultom said,

    June 17, 2009 at 2:57 pm

    Pak Anas dkk diSulteng yth,
    Dua jempol “salut” atas kerja keras teman2 disana khususnya buat DMC Kesehatan, tetapi juga ikut prihatin dengan 336 balita di kab Morowali yg mengalami kurang gizi tsb, apalagi ngelihat fotonya…duhh…prihatin sekali yaa…situasi ini jauh lebih buruk dari penderitaan Manohara artinya perlu perhatian lebih serius dari kita semua utk perbaikannya….

    Tetapi saya ingin nimbrung menyoroti bagaimana fasilitasi yg dilakkukan pelaku dilapangan kaitannya dengan mekanisme program P2DTK (maaf kalau bukan substansi masalah kesehatannya, soalnya manyadari tidak kompeten).
    Saya kutip pernyataan DMC Kesehatan :……….Penanggulangan kasus gizi buruk diharapkan tidak hanya bertumpu pada dinas kesehatan tetapi semua pihak harus ikut memikirkan kondisi kesehatan masyarakat. Pernyataan ini baik sekali…….bisa juga diartikan bahwa untuk mengatasi permasalahan gizi buruk ini tidak cukup hanya dengan MP-ASI, mungkin terkait kondisi ekonomi orang tua si bayi apakah bisa ditangani melalui kegiatan PSS ? atau jangan-jangan ada persoalan infrastruktur (akses) sehingga pelayanan kesehatan Dinkes tidak efektive, apakah infrastruktur yg didanai terait persoalan gizi buruk tadi atau permasalah2 lain…dst…dst….
    Jadi pertanyaannya, apakah melalui program P2DTK teman2 DMC sudah lakukan sinergi yg dimaksud tsb, bagaimana dilakukan ? bagus juga bila di share buat lokasi lain.

    Sebagaimana dipahami bersama bahwa untuk mengatasi seluruh permasalahan2 masyarakat (termasuk gizi buruk tsb) salah satu proses perencanaan di P2DTK terdapat tahap / langkang2 untuk mensinergikan kegiatan antar sector. Proses yang dimaksud adalah “Proses Kajian Teknis”, pada tahap inilah oleh TKT dilakukan proses analisis, perumusan kegiatan termasuk diantaranya mensinergikan kegiatan baik antar sector maupun senergi kegiatan pada sector tertentu.
    Pada tahap ini (saat merancang kegiatan utk solusi) mestinya TKT tidak boleh dipengaruhi oleh ketersediaan anggara / biaya, artinya dia harus focus menganalisis dan merumuskan apa solusi yg tepat atas permasalah2 masyarakat. Pokoknya pada tahap ini TKT menuangkan segala kemampuannya dalam rangka membuat proposal kegiatan (subproject). Dimana setiap kegiatan yg dihasilakan tentunya telah memperhitungkan kebutuhan sinergi2 antar sector maupun sinergi antar kegiatan disektornya. Sayangnya masih banyak pelaku TKT dalam merumuskan proposal kegiatan terpengaruh dengan ketersediaan biaya sehingga mereka tidak bisa focus bahkan cenderung masih ego sector (padahal tahap penyusunan biaya bukanlah domain TKT melainkan tim desain RAB). Itulah kemudian dapat dimengerti mengapa sampai saat ini variasi jenis kegitan / proposal-proposal dari hasil kajian teknis masih saja sangat terbatas, masih itu2 juga, konyolnya oleh TKT biayanya sudah diplot untuk kegiatan tertentu, lebih konyol lagi ini lolos verifikasi DMC, …..sehingga bila dilihat lebih luas lagi bahwa proposal2 kegiatan (hasil KT) masih belum cukup menjawab permasalahan-permasalahan masyarakat (didaerah tertinggal). Itulah kemudian perlunya pemberian bahan2 referensi, perlunya OJT / IST, perlunya pelatihan penyegaran, dlsb…..
    Mengenai alasan “dananya terbatas”……..seperti uraian DMC kesehatan yg saya kutip sbb : Dana Stimulan sebesar Rp. 555.750.000 untuk tahun anggaran 2007 dan 2008 yang dikelola oleh UPKD Bidang Kesehatan tersebut sangat-sangat terbatas dengan kondisi jangkauan dan permasalahan disejumlah Kecamatan Di Kabupaten Morowali.
    Betul, bahwa permasalah2 memang banyak…itu jelas, apalagi didaerah tertinggal, namun (maaf ya) coba dicek kembali, apakah proposal-proposal kegitan yang dihasilkan oleh TKT dikab sudah tersedia berupa kegiatan2 jangka pendek, panjang dan menengah, daftar kegiatan tsb sudah tersedia dan sesuai untuk solusi permasalahn masyarakat tsb. Sehingga kemudian kita dapat mengatakan / menjelaskan / berargumentasi bahwa proposal kegiatan yg dihasil program P2DTK dapat menjawab permasalahan2 dikabupaten tertinggal (disini yg dilihat cukup hasil kajian teknisnya saja), sehingga dengan sedirinya bila salah satu terdanai pastilah jawabannya sama yaitu: yg didanai BLM P2DTK pasti menjawab permasalah didaerah tertinggal.
    Oyaa…bagaimana ketentuan min. 30% BLM Kab utk pendk dan keshatan dapat diimplementasikan…. Mengapa yaa tidak bisa 100% BLM Kab untuk mengatasi gizi buruk ??
    Demikian, semoga bermanfaat, tims.

    Salam
    HG


Leave a comment